Maraknya Bullying, Bukti Generasi Dalam Keadaan Genting

 


Penulis Kintan Jenisa, S.Pd – Pemerhati Generasi


Beberapa bulan terakhir ini kita melihat bebagai kasus bullying marak terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah kasus bullying dengan kekerasan fisik di Cilacap yang sempat viral pada September 2023 lalu. Bullying ini dilakukan oleh siswa SMP berinisial MK (15) dan WS (14) terhadap FF (14) yang menyebabkan korban patah tulang rusuk dan butuh operasi. (cnnindonesia, 30/09/2023). Bullying fisik ini juga banyak dilakukan oleh siswa SD, seperti kasus yang terjadi di Bekasi pada bulan November 2023 lalu. F (12) merupakan korban bullying oleh teman sekelasnya sehingga berujung kaki diamputasi dan meninggal. (tvonenews, 7/12/2023).


Bullying fisik ini tidak hanya dilakukan oleh lelaki namun juga perempuan, seperti kasus bullying yang terjadi di Batam pada Maret 2024 lalu. Bullying fisik ini dilakukan oleh 4 remaja perempuan terhadap 2 remaja perempuan. Pada video yang terekam, tendangan seorang pelaku bullying tepat mengenai muka korban dan korban langsung menjerit kesakitan.  Pada rekaman lainnya, terlihat korban sempat dijambak oleh para pelaku. (detiknews, 02/03/2024).


Bullying dan Dampaknya


Bullying sendiri berasal dari kata “Bull” yang berarti Benteng. Kemudian para ahli didefinisikan sebagai suatu tindakan intimidasi yang dilakukan berulang-ulang baik secara verbal maupun fisik oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Tak hanya bullying fisik, bullying secara verbal juga memiliki dampak yang sangat berbahaya, seperti penurunan akademis, menjadikan korban menutup diri, depresi bahkan bunuh diri. Contoh kasus depresi yang diakibatkan oleh bullying verbal ini terjadi kepada siswa SMP Temanggung yang membakar sekolahnya gegara di-bully teman dan guru. (detiknews, 28/06/2023). Adapun kasus bunuh diri karena bullying verbal juga telah terjadi pada siswa SD di Banyuwangi. MR (11) ditemukan tewas  gantung diri di pintu dapur rumahnya. Winarno menyebutkan motif bunuh diri karena korban mengalami depresi karena perundungan atau bully. Korban kerap dirundung oleh teman sebayanya karena tak punya ayah (yatim). (detikjatim, 16/12/2023).


Mengapa Bullying Marak Terjadi?


Maraknya bullying ini terjadi karena sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Para pelajar tidak memahami agamanya dengan baik. Mereka tidak memahami benar dan salah. Memisahkan agama dari kehidupan membuat manusia bertingkah laku tidak manusiawi. Mereka mengambil paham serba boleh, serba bebas. Berteman namun tidak memahami adab-adabnya. Merendahkan, mencela dan mengejek menjadi hal yang kerap dilakukan. Padahal jelas di dalam QS. Al Hujarat ayat 11 Allah SWT berfirman yang artinya : “Hai orang-orang beriman, janganlah engkau laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi mereka yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Lalu maka jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan perempuan lainnya, bisa saja yang direndahkan tersebut lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu dan memanggil gelaran yang mengandung ejekan . Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”


Bullying ini juga terjadi karena terbiasa melihat kekerasan sejak dini baik yang ia lihat dilingkungan keluarga maupun lingkungan bertetangga. Kemudian adanya tontonan yang tidak mendidik yang kemudian menjadi tuntunan oleh para pelaku. Mereka mengganggap bullying seperti sesuatu yang keren karena dianggap kuat dan berkuasa. 


Solusi Kasus Bullying


Kasus bullying ini tak bisa dihentikan selain dari peran tiga komponen yakni peran orang tua, masyarakat dan negara. Orang tua memiliki peran dalam membentuk dan mendidik anak agar memiliki kepribadian islam sehingga mereka memilki lisan dan akhlak mulia, tidak berkata ataupun berprilaku kasar apalagi menjadi pelaku bullying. Kemudian kontrol masyarakat yang tidak boleh ditinggalkan. Adanya lingkungan yang peka dan peduli terhadap apa yang terjadi, termasuk para guru, teman-teman ataupun pihak lainnya ketika melihat bullying ini terjadi. Saling mengingatkan dan ber'amar ma'ruf, bukan malah mendiamkan. 


Kemudian harus adanya peran negara yang menjalankan fungsinya dengan benar. Negara harus menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah islam, bukan sekuler. Negara juga harus memfilter tayangan-tayangan yang tidak mendidik baik di TV maupun di media sosial. Menciptakan lingkungan yang penuh ketakwaan dan menerapkan sistem pergaulan islam. Negara juga harus tegas terhadap aturan dan sanksi yang diberikan kepada para pelaku bullying yang telah baligh sebagaimana QS. Al Maidah : 45 : “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya (balasan yang sama).” Jika hal ini diterapkan tentu para pelaku bullying akan berpikir untuk berulang kali sebelum melakukan penganiayaan tersebut. Wallahu’alam bishshawwab.



*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama