MoU Perlindungan Hak Anak, Akankah Menjadi Solusi Tuntas?



 Oleh : Ummu Rifazi, M.Si


Ramadhan 1445 H baru saja kita lewati, namun masih ada peristiwa di dalamnya yang sayang jika kita lewatkan darinya. Ramadhan memang bulan yang penuh keberkahan yang melatih setiap muslim memiliki rasa persaudaraan yang kuat dan kemanusiaan yang peka untuk memperhatikan orang lain. Kesempatan ini jugalah yang dimanfaatkan Kemenag bekerjasama dengan UNICEF untuk memperbaiki kondisi kehidupan anak di negeri ini yang sedang tidak dalam keadaan baik baik saja. Upaya tersebut dikonkretkan dengan  melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat perlindungan hak anak di Indonesia. MoU tersebut ditandatangani Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin dan Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Maniza Zaman dalam acara Interfaith Iftar and Networking Dinner 2024 di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (27/3/2024). 


MoU tersebut mencakup tiga aspek penting yaitu advokasi, pengembangan kapasitas, dan berbagi sumber daya sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak. Kamaruddin mengungkapkan pentingnya meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dalam hal pendidikan, serta akses masjid yang ramah untuk anak. Maniza Zaman menuturkan pentingnya MOU ini sebagai komitmen bersama untuk melindungi hak setiap anak, tanpa memandang latar belakang atau keyakinan (khazanah.republika.co.id, 28/03/2024). 


 Akar Masalah Anak Dalam Sistem Saat Ini 


Saat ini anak-anak di Indonesia memang mengalami persoalan kompleks, di antaranya masih banyaknya anak yang hidup dalam kemiskinan atau jauh dari kesejahteraan, tidak dapat mengakses layanan pendidikan dan kesehatan terbaik, hingga anak rentan terhadap kekerasan. Seluruh problem tersebut hanya bisa terselesaikan dengan memahami penyebab utama munculnya persoalan tersebut, yaitu akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini yang menerapkan aturan yang menjamin asas kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. 


Sebagaimana negara-negara muslim lainnya, Indonesia adalah negara kaya raya yang dikarunia Allah ta’alaa dengan sumber daya alam yang melimpah, sehingga seharusnya tidak perlu lagi bergantung pada pungutan pajak dan utang dari luar negeri. Namun faktanya mayoritas rakyat negeri ini hidup dalam kesempitan dan kemiskinan, karena sektor kepemilikan umum seperti sumber daya alam, dijamin kebebasannya melalui regulasi yang ada untuk dimiliki swasta/perorangan, baik asing maupun lokal. Negara pun menjadi miskin dan tidak ada dana untuk pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan bagi rakyat. Kalaupun ada sekolah yang disubsidi pemerintah hanya sampai pada tingkat menengah dan dengan kualitas yang rendah. Anak-anak pun akhirnya kehilangan hak-haknya dalam dua aspek ini. Hal inilah yang sebenarnya membuka peluang munculnya persoalan-persoalan lain, seperti anak harus bekerja, anak putus sekolah, anak jadi korban diskriminasi dan kekerasan, dan lain-lain. 


Oleh karena itu, MoU ini menjadi tidak relevan dengan persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, karena tetap dalam bingkai sistem hari ini, yang secara fakta tidak mungkin mewujudkan jaminan kesejahteraan termasuk layanan pendidikan dan kesehatan secara nyata. Sehingga walaupun MoU antara UNICEF dan KEMENAG ini patut diapresiasi, namun MoU tersebut dapat dipastikan hanya menjadi solusi tambal sulam, dan tidak akan mampu mencabut akar persoalan problem anak secara tuntas dalam sistem saat ini. 


 Jaminan Perlindungan Anak Dalam Islam 


Sistem ekonomi Islam akan menjamin seluruh rakyat, termasuk anak, terpenuhi semua kebutuhan primer, bahkan juga kebutuhan sekunder maupun tersiernya. Negara yang menerapkan Sistem Islam secara kaffah akan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dengan mudah : sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Aturan Islam akan mencegah komersialisasi dan kapitalisasi, dalam semua kebutuhan ini. Bahkan dalam hal pendidikan dan kesehatan negara harus menyediakannya secara gratis, tanpa dipungut biaya. Semua ini harus dilakukan agar  terwujud kesejahteraan dan keadilan. Tanggung jawab ini dijalankan Negara untuk memenuhi amanah Allah ta’alaa : “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).  


Semua tanggung jawab tersebut akan sangat mudah dipenuhi negara, karena pemasukan kas negara (Baitulmal) telah memiliki sumber pemasukan tetap yang melimpah, yaitu fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang serta harta zakat. Kepemilikan umum yaitu air, api, padang rumput, hutan dan tambang, juga tidak boleh dikuasai individu (swasta), sehingga pemasukan akan mengalir deras untuk Baitul Mal.  


Kehadiran Negara yang menerapkan Sistem Islam secara kaffah lah yang insyaa Allah mampu menjamin terpenuhinya perlindungan hak-hak anak secara menyeluruh. Allahummanshuril bil Islam, wallahu a’lam bishshawwab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama