Stunting Cukup Islam Solusinya Bukan Pemberdayaan Perempuan




Oleh: Sania Nabila Afifah

(Komunitas Muslimah Rindu Jannah)


Sejauh ini bila diamati persoalan stunting dan penyelesaiannya selama dari tahun 2020  hingga detik ini belum mendapatkan hasil yang signifikan. Walaupun pemerintah sudah berupaya keras dan sungguh-sungguh dalam menanganinya namun belum menuai hasil sesuai harapan. Mengapa? 


Beberapa program yang digulirkan oleh pemerintah ternyata belum menyentuh kepada akar masalah sebenarnya. Misalnya hanya sekedar gerakan makan telor, satu anak  satu butir telur setiap hari, program pendampingan melalui pusat pembelajaran keluarga, mencegah perkawinan anak, juga program pemberdayaan perempuan yang dianggap akan mampu mengatasi stunting dan dianggap oleh pemerintah sebagai amunisi karena akan dapat memberikan manfaat bagi perempuan secara ekonomi, yang tentunya akan memberikan kekuatan dan perlindungan bagi perempuan dan anak dalam mengatasi stunting. Dan masih banyak lagi program-program lainnya. 


Dikutip dari ANTARA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mendukung peran aktif organisasi Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (PPUMI) dalam memberdayakan perempuan dan melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya menurunkan stunting hingga terwujudnya zero stunting di tahun 2030. 


"Saya berharap PPUMI sebagai organisasi perempuan dapat terus bergerak aktif dalam menyuarakan, menyosialisasikan, dan mempraktikkan upaya-upaya pencegahan stunting serta berperan aktif dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia demi mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045," kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Kamis.


Akar masalah sebenarnya adalah penerapan sistem kapitalisme sekular yang meniadakan peran Allah dalam segala aspek kehidupan. Aturan Allah diabaikan hingga mengakibatkan banyak terjadi kerusakan, kehancuran, kesengsaraan, dan kemudaratan bagi umat manusia. Kapitalisme dengan sistem ekonominya yang bebas dalam hal pengelolaan kepemilikan harta akibatnya masalah ekonomi seperti, kesenjangan ekonomi terjadi. Di mana yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Hal itu dalam sistem kapitalis sengaja diciptakan dan termasuk salah satu cara menjajah suatu bangsa. Masalah kemiskinan yang sistemik ini memang sengaja dibuat oleh para pengusungnya. 


Dalam kasus stunting yang disebabkan kemiskinan ini, akhirnya para perempuan pun dipaksa untuk keluar dari ranah domestiknya untuk bekerja. Perempuan akhirnya diberdayakan secara ekonomi untuk membantu ketahanan ekonomi keluarganya. Tulang rusuk disulap menjadi tulang punggung. Itulah fakta perempuan dalam sistem kapitalis liberal yakni mereka memposisikan perempuan harus setara dengan laki-laki. Dengan kesetaraan gender, yang membius para perempuan apalagi dalam kondisi kesulitan ekonomi juga digadang-gadang mampu menyelesaikan problem ekonomi. Akhirnya para perempuan pun rela menjadi motor penggerak ekonomi kapitalis.


Padahal sebenarnya ketika berkerja perempuan akan memikul beban yang berat dengan berperan menjadi ibu sekaligus bekerja. Nah peran ganda ini akan memunculkan masalah-masalah baru bagi kehidupannya sekaligus generasi.  Pemberdayaan perempuan akan memunculkan masalah seperti, perceraian dan perselingkuhan meningkat, kekerasan seksual di dalam keluarga atau diluar, kerusakan generasi. Dari sini jelaslah peradaban kapitalisme sekular liberal ini merusak dan tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada hanya menambah masalah-masalah baru. 


Mungkinkah pemberdayaan perempuan dapat mengatasi masalah stunting? Jelas tidak mungkin. Sebab masalah utamanya adalah kemiskinan yang disebabkan penerapan sistem kapitalisme sekular liberal. 


Lalu bagaimana dengan Islam? berbeda dengan sistem kapitalis. Islam memandang perempuan sangat dimuliakan. 


Pertama, perempuan sebagai tiang negara. Jika perempuannya baik maka akan baik pula negaranya. Mengapa? Karena perempuan sosok yang dengan fithrahnya melahirkan generasi-generasi yang jika dia baik maka generasi pun akan baik. Kedua, perempuan dalam Islam dimuliakan yakni sebagai madrasah pertama yang akan mendidik anak-anaknya dan juga anak generasi lainnya. Membimbing anak-anaknya dan anak generasi lainnya kejalan yang benar dengan mengarahkannya ke jalan meraih kemuliaan Islam. Ketiga, posisi ibu sangat dimuliakan dengan derajatnya, karena syurga berada di bawah telapak kaki ibu. Rasulullah Saw menyebutkan kata ibu tiga kali dalam sebuah haditsnya. Menggambarkan betapa mulia derajat seorang ibu. 


Ketiga peran ini dalam Islam harus dimiliki oleh setiap manusia yang bernama ibu, dan peran ini tidak boleh diabaikan. Jika kemudian ibu bekerja, lalu siapa yang akan mengasuh, merawat, mengawasi anak-anaknya? Siapa yang akan mengajari mana yang baik, mana yang buruk? 


Jika ibu kemudian bekerja mampukah dia berperan ganda, menjadi ibu, istri dan bekerja? Jelas tidak akan mampu. Karena perempuan secara fitrah hanya diciptakan untuk berperan di ranah domestik, yakni sebagai ibu pengatur urusan rumah tangga, ibu sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, ibu sebagai ibu generasi.  MasyaAllah itulah peran mulia dari Allah yang dibebankan kepada para perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang perannya memang harus menjadi pemimpin dalam rumah tangga, yang wajib menafkahi para istrinya dan anak-anaknya serta melindunginya. Itulah perbedaan fitrah perempuan dan laki-laki. Jadi tidak boleh lantas perempuan di setarakan dengan laki-laki.  


Jika laki-laki bekerja perempuan juga harus bekerja. Itu adalah pemikiran yang keliru. Pemikiran itulah yang saat ini dicekokkan kepada para perempuan. Yang seharusnya dibuang, pemikiran seperti liberalisme, sekulerisme, feminisme dan turunannya. Padahal Allah sudah sangat adil dalam menempatkan hak dan kewajiban antara laki² dan perempuan. Agar satu sama lain saling melengkapi dan saling tolong-menolong dalam melaksanakan perannya masing-masing untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.


Islam juga memberikan solusi atas masalah kemiskinan dengan menjadikan peran laki-laki sebagai qawwam berfungsi dengan baik. Maka negara harus turun tangan berperan dalam menyedikan lapangan pekerjaan hanya untuk para suami, bukan menyediakan peluang seluas-luasnya untuk perempuan seperti saat ini. Sehingga para suami bisa mendapatkan upah untuk menafkahi seluruh anggota keluarganya. 


Islam juga memberikan jaminan hak waris untuk perempuan, bilamana suami meninggal maka yang berkewajiban memberi nafkah adalah saudara laki-lakinya. Jika tidak ada maka pemerintahlah yang harus menanggung nafkahnya. Karena negara juga wajib memberikan jaminan kehidupan agar seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi dengan adil, tanpa tebang pilih. Baik itu berupa jaminan secara langsung dan tidak langsung.  Negara juga harus hadir dalam menjaga ketahanan pangan agar warga negaranya tidak kesulitan mendapatkan makanan pokok sehingga mudah dibeli dengan harga yang terjangkau. Dan memantau pendistribusiannya dengan baik dan benar. 


Negara juga wajib menyediakan pelayanan kesehatan dengan fasilitas dan harga yang terjangkau pula agar anak-anak dan ibu hamil terhindar dari stunting. Memberikan pelayanan yang baik terhadap balita yang terdampak stunting dan memastikan naik turunnya kasus stunting dengan bersungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan kesehatan. Semua itu adalah tugas yang dibebankan kepada penguasa dan jajarannya, sebab itu semua adalah kewajiban yang mulia yang harus ditunaikan. Karena kelak mereka akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. 


Negara juga harus membina masyarakat untuk mewujudkan ketaqwaan individu maupun masyarakat yakni dengan menerapkan aturan aturan Islam dalam sendi-sendi kehidupan. 


Maka seluruh masalah yang terjadi dalam kehidupan ini akan mudah diurai. Dengan menjadikan Islam sebagai jalan hidup dalam ruang lingkup individu, masyarakat serta bernegara. InsyaAllah akan terwujud kehidupan bernegara yang baldatun thayyibatun warobbun ghafuur.

Wallahua'lam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama